Ayat Inti : “Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun.” Kejadian 5:22 {ITB}
Pada zaman dahulu terdapat garis keturunan dari orang-orang suci, yang ditinggikan dan dimuliakan oleh persekutuan dengan Tuhan, yang hidup dalam persahabatan Surga. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dan pencapaian yang menakjubkan. Mereka memiliki sebuah misi yang besar dan suci—untuk mengembangkan sebuah karakter yang benar dan untuk membagikan pengajaran akan kesalehan, bukan hanya kepada orang-orang pada zaman mereka, tetapi juga untuk generasi-generasi yang akan datang.
Mengenai Henokh, ada tertulis bahwa ia hidup enam puluh lima tahun, dan memperoleh seorang anak. Setelah itu ia bergaul dengan Tuhan selama tiga ratus tahun. Pada tahun-tahun permulaan hidupnya, Henokh telah mengasihi dan takut akan Tuhan dan telah menuruti perintah-perintah-Nya. Dari bibir Adam, ia telah belajar mengenai kisah yang menyedihkan dari kejatuhan karena dosa dan kisah yang menggembirakan dari kasih karunia Tuhan seperti yang terlihat dalam janji-Nya, dan ia pun bergantung kepada Sang Penebus yang akan datang. Tetapi setelah kelahiran putra pertamanya, Henokh mencapai pengalaman yang lebih tinggi; ia dibawa ke dalam hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Dia menyadari lebih dalam mengenai kewajiban dan tanggung jawabnya sendiri sebagai anak Tuhan. Dan ketika ia melihat kasih anak untuk ayahnya, yaitu kepercayaannya yang sederhana dalam perlindungannya, ketika ia merasakan kedalaman, kelembutan yang didamba oleh hatinya sendiri terhadap putranya, ia memperoleh sebuah pelajaran berharga mengenai keindahan kasih Tuhan terhadap manusia dalam mengorbankan Anak-Nya sendiri dan kepercayaan yang dapat diletakkan anak-anak Tuhan kepada Bapa surgawi mereka. Kasih yang tak terbatas dan tak bisa dipahami dari Tuhan melalui Kristus menjadi pelajaran yang ia renungkan siang dan malam, dan dengan seluruh gairah jiwanya ia berusaha menyingkapkan kasih tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.
Pergaulan Henokh dengan Tuhan bukanlah melalui kerasukan atau khayal, melainkan di dalam seluruh tugas kehidupan sehari-harinya. Di dalam keluarga dan hubungannya dengan sesama manusia, sebagai seorang suami dan ayah, teman, dan warga negara, ia merupakan seorang hamba Tuhan yang setia dan tak tergoyahkan.